Sunday, November 15, 2020

Pendakian Gunung Prau

Kali ini saya tidak membahas prihal informasi teknologi maupun yang berhubungan dengan bahasa pemrogaman apalagi mikrokontroler. Kali ini saya akan berbagai kisah tentang diri saya sendiri yang saya kira telat untuk menikmati indahnya alam yang ada dinegri ini. 

Bagian Nol...

 September. Dimana musim hujan mulai turun di negri yang banyak orang bilang katanya tanah surga, Indonesia. Dari jaman kuliah saya memang tidak perduli dengan pecinta alam walaupun banyak kawan saya yang mayoritas sering mendaki gunung atau berkemah saya lebih tetap memilih olahraga futsal. Kenapa saya lebih memilih olahraga futsal, ya jelas karena dari kecil memang sukanya nendangin bola. Diperkuliahan pun dikarenakan mengambil jurusan Teknik Komputer ya sudah bisa di tebak, ya mahasiswa dalam satu kelas berisikan hanya batangan semua. Satu kelas yang berisikan 13 orang mahasiswa dan jumlah mahasiswa paling sedikit di antara kelas-kelas lain entah karena tidak ada yang minat atau saya saja yang memang salah jurusan. Balik lagi perihal pecinta alam, yang ada di pikiran saya ketika diajak mendaki gunung yang terbesit hanya lelah, buang-buang waktu dan pasti perlu biaya banyak. Sudah berapa orang kawan yang menawarkan saya untuk ikut mendaki gunung tapi selalu saya jawab dengan alasan klasik, " ingin ikut si tapi, belum ada peralatannya bor " kata - kata itu selalu yang saya keluarkan ketika di ajak untuk mendaki gunung. Alhasil sampai akhirnya lulus dari perkulihan 4 Tahun belum pernah yang namanya mendaki gunung manapun.

    Setelah perkuliahan selesai dan alhamdulillah langsung mendapat pekerjaan barulah disitu mulai timbul kejenuhan perihal bekerja terus dan hampir jarang liburan, mungkin kaget dengan perubahan ke adaan yang tadinya hanya mahasiswa menjadi pekerja, ya jelas beda yang tadinya tanggung jawab belum terlalu besar kini harus bisa berdiri dikaki sendiri. Yang tadinya banyak waktu untuk nongkrong dan melalkuak banyak hal sekarang sudah hampir jarang melakukan itu semua ya mungkin karena fasenya memang sudah berbeda. Tapi semua orang pasti melalui fase itu. Mulia timbul rasa lelah, jenuh, rutinitas yang tiap hari dilakukan itu-itu saja di pekerjaan. Singkat cerita entah dari mana rasa ingin tahu tentang alam begitu besar mungkin karena cerita orang atau mungkin efek media sosial yang banyak sekali menggembar-gemborkan perihal anak hitz jaman sekarang kalo tidak nongkrong dicafe dengan interior yang kekinian dan segelas kopi racikan serta sebungkus rokok dimeja sudah menjadi gaya anak jakarta. Namun bukan hanya kopi yang lagi naik daun, Orang orang beramai ramai berfoto di gunung dengan gaya mereka masing-masing seolah mereka itu hebat. Mungkin itu alasan saya ingin sekali merasakan mendaki gunung, ingin merasakan apa yang orang lain rasakan, ingin merasakan apa yang dikatakan orang dan ingin tau si sebenarnya diri ini berani atau tidak sih. 

Bagian Satu...

Setelah lama melihat lihat story instagram kawan kawan, banyaknya konten kreator yang mendaki gunung disitulah rasa ingin mendaki gunung semakin bulat. Akhirnya kawan saya yang sudah pernah naik kebeberapa gunung saya chat via whatsapp sembari menanyakan kabar. 

"gimana kabar? ayolah kalo mau nanjak lagi ajak-ajak gw hehe"  

"ayo ngex boleh aja atur jadwal" 

Tadinya saya kira hanya candaan semata biasa sudah kenal dengan gerak gerik alasan klasik dengan jawaban ayolah ayolah aja tapi tanpa ada yang jalan. Setelah lama hanya menanyakan chat basa-basi perihal saya yang ingin sekali mencoba mendaki gunung akhirnya kawan saya sebut saja "Hanifan Aslamaputra" seorang kawan yang saya kenal pada saat SMK yang bisa dibilang bucin ini, kenapa bucin bayangkan saja dimana ada tempat nongkrong pasti dia masih asik berpacaran dengan kekasih diponselnya, bukan iri tapi coba baca situasi kan lebih baik. Hanifan yang saya tau pernah mendaki gunung maka dari itu saya percaya asalkan sudah ada yang pernah mendaki terlebih dia sudah pernah mendaki Gunung Prau, gunung yang akan saya coba mendaki untuk pertama dalam hidup saya. Bulan Oktober pun datang disertai dengan itensitas hujan yang mulai sering. Setelah berbincang dengan Hanifan perihal keberangkatan ke Gunung Prau, akhirnya Hanifan dan saya mengajak beberapa kawan yang sudah kami saling kenal. Yusuf Supriadi, Hendrik setiawan dan Andy Cahyono mereka adalah satu tim futsal saya dari SMK. Saya kurang paham dengan nama Tim Futsal yang dibuat yaitu PASIF entah apa arti dari kata PASIF ada yang mengira (Pasukan Inti Futsal) dan ada yang bilang (Pasukan Indo Futsal) haha, entah apapun namanya saya masuk ke dalam tim tersebut karena diajak salah satu kawan saya yang sekarang sudah memiliki keluarga sendiri. 

    Di penghujung bulan Oktober 2020 pun terdapat hari libur nasional dan Cuti bersama yang cukup panjang, maklum kami bukan lagi mahasiswa atau anak anak yang memiliki banyak waktu luang. Tiap orang dari kami pasti memliki kesibukan masing masing maka dari itu hanifan meminta saya membuat grup Whatsapp untuk mempermudah komunikasi. Setelah grup Whatsapp di buat dan mulai berdiskusi prihal keberangkatan ke Gunung Prau. Di pertengahan chat terdapat beda pendapat ada yang ingin ke Gunung Prau dan ada juga yang ingin ke Bromo. Lima hari menjelang hari keberangkatan barulah ditetapkan bahwa kami satu suara ya Gunung Prau, gunung yang terletak di jawa tengah dan terbagi atas 3 kabupaten: Kendal, Wonosobo dan Batang. Gunung Prau tidak terlalu tinggi dan cocok untuk para pemula yang hanya berketinggian 2565 Mdpl. 

Bagian Dua...

 Hari menjelang keberangkatan menuju Gunung Prau pun kian semakin dekat segala persiapan pun dirincikan mulai dari perlengkapan pribadi sampai dengan kelompok, segala masukan dan informasi perihal keberangkatan pun diperbincangkan maklum dari kelima orang yang akan ikut untuk mendaki hanya Hanifan saja yang sudah pernah mendaki gunung sungguhan, yang lainnya pernah tapi hanya sebatas bukit atau curug saja. Mencari tiket bus untuk menuju kesana bukan perihal susah sebenarnya hanya saja kami semua yang masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing jadi tidak sempat untuk mencarinya, ada yang mencari melalui tiket online ada juga yang mencari langsung menanyanak ke agen melalui ponsel, alhasil semua masih abu-abu tidak ada kejelasan sampai benar-benar pasti bahwa kami akan mendapatkan bus. Tak lama ribut ribut digrup whatsapp munculah Hendrik tanpa basa-basi dia langsung datang ke terminal Poris Tangerang, wah emang pengyelamat diam-diam menghanyutkan haha. Setelah tiket bus sudah ditangan barulah semakin memantapkan tekad untuk pergi mendaki mulai dari sewa tenda, peralatan masak sampai hal-hal kecil. 

    Hari H pun tiba 28 Oktober 2020, kami berlima berangkat dari terminal Poris,tangerang pukul set 8 malam harusnya si kami berangkat sekitar pukul 6 sore mungkin karena bus tambahan makanya lama, sudah biasa kalau perkara bus terlambat jam kedatangan mah lagian ini indonesia, ngaret sudah menjadi kebiasaan disini bagi sebagian orang. Bus yang penuh langsung menuju ke Terminal Mendolo, Wonosobo. Ya sepanjang perjalanan dari jakarta ke jawa tengah hanyalah tidur dan sesekali mengabari orang rumah serta orang yang disayang prihal posisi terupdate, maklum namanya perjalanan pertama dan paham akan saya yang bisa dikatakan sudah jarang berolahraga apa sanggup terlebih fisik yang kadang suka tumbang. Sang pagi mulai mengintip dari balik pegunungan pemandangan yang jarang sekali didapatkan di ibu kota, namun bus belum juga sampai di terminal tujuan. Pada pukul 8 barulah kami sampai di terminal Mendolo, Wonosobo. Sesampai di terminal Mendolo kita istirahat sebentar untuk mengisi perut hitung-hitung sebagai bahan bakar. Dari terminal Mendolo kita masih harus naik bus kecil lagi untuk sampai dicamp, oh iya jalur yang akan kami lalui yaitu via Dwarawati jalur paling ujung dimana hanya sedikit para pendaki yang melalui jalur tersebut. Perjalnan dari terminal Mendolo ke camp Dwarawati sekitar 1-2 jam, sialnya lagi kami yang terakhir menaiki bus tersebut tidak dapat tempat duduk. Kami berlima yang tidak mendapatkan tempat duduk terpaksa harus berdiri dikarenakan bus kecil yang kita naiki adalah bus terakhir yang menuju camp, ya masih banyak lagi sebenarnya tapi waktu untuk menunggu akan terbuang banyak, hitung hitung pemanasan katanya dari belakang bersorak. 

Bagian Tiga...

Jam pun terus berjalan dan matahari mulai meninggi, bedanya dijakarta dengan diwonosobo ya jelas udara disini memang masih enak untuk dinikmati biarpun panas tapi tetap saja hawanya sejuk, maklum masih jarang gedung-gedung pencakar langit dan polusi udara. Tangan yang sedari tadi memegang gagang pintu dan kaki yang sudah lama berdiri membuat badan terasa pegal. Akhirnya kami pun sampai dititik jalur yang akan kami lalu Dwarawti, saya kira basecampnya begitu turun dari bus kecil langsung sampai ternyata tidak kami harus jalan sebentar melali perumahan warga untuk sampai ke basecamp. Sesampainya dibasecamp kami berlima langsung bongkar keril dan memilih barang mana saja yang akan kami bawa mendaki. Setelah beres dengan perlengkapan kami pun mengurus simaski untuk 5 orang, dipendakian jalur Dwarawati untuk persyaratan pendakian ternyata cukup mudah hanya memerlukan surat sehat dari puskesmas dan fotocopy KTP tanpa harus surat rapidtast. Pukul 12 lewat kami memutuskan untuk mulai mendaki, baru saja satu 3 tanjakan dengkul saya sudah merasakan seperti lemas, entah jarangnya olahraga lalu kaget atau kebanyakan katanya haha. Saya bersyukur karena saya mendaki dengan kawan-kawan yang sudah kenal jadi sudah paham kalo saya memang tidak kuat serta perut yang mulai membuncit akhirnya merka mau menunggu saya untuk sesekali berhenti. Berjalan dari basecamp sampai POS1 ternyata terasa sangat berat bagi saya yang sudah lama tidak banyak gerak ini. 

POS1 dan POS2 masih aman untuk dengkul dan nafas, ketika menuju POS3 barulah langkah kaki mulai sempoyongan berhenti jadi semakin sering, matahari yang terik mulai terasa dimuka tapi tetap saja hawanya dingin. Setelah perjuangan akhirnya sampai juga dipuncak Gunung Prau, dalam hati saya bersyukur bisa sampai diatas setelah berfoto-foto dengan keindahan alam yang jarang sekali di dapatkan dijakarta rasanya terasa nyaman dan tenang melihat pemandangan sekitar. Setelah habis berfoto sebentr saya kira perjalanan sudah selelsai ternyata dari puncak menuju tempat camp masih lumayan jauh, sial saya kira sudah kelar ternyata masih ada lagi. Harusnya jalur pendakian Gunung Prau via Dwarawati hanya memerlukan kurang dari 3 jam tetapi di karenakan kami banyak beristirahat dan jalan santai maka dari itu kita tiba pukul 4 lebih. Setelah itu kami langsung mencari tempat yang untuk mendirikan tenda sayangnya tempat sudah tidak tersisa banyak dikarenakan banyaknya para pendaki yang bertepatan dengan cuti bersama dan libur nasional. Kami akhirnya mendirikan tenda disabana satu dengan kondisi yang seadaanya tanahnya tidak rata dan ada sedikit gundukan ditengahnya. Bukan kami malas mencari tempat tapi memang letak yang strategis untuk melihat sunrise langsung pada saat buka tenda ya ini tempatnya setelah berdiskusi, tak lama kabut mulai tebal dingin pun semakin terasa menerpa badan.

Setelah beres mendirikan tenda yang kami sewa katanya berukuran 6-7 orang ternyata hanya cukup untuk 4 orang alhasil kami berlima harus mengkondisikan keadaan didalam tenda. Setelah itu untuk menghangatkan badan dan mengganjal perut yang sudah lapar kami langsung menyalakan kompor untuk sekedar merebus mie dan memasak nasi. Terasa sekali perbedaan yang tadinya nongkrong diperkotaan dan sibuk dengan hanphone masing-masing kini hanya bercanda didalam tenda, jadi ini rasanya nongkrong tanpa handphone. Sehabis beres makan dan bercengkrama akhirnya kami memutuskan untuk tidur dengan kondisi didalam tenda yang cukup sempit untuk ukuran 5 orang bahkan saking sempitnya menghadap kekanan saja kita langsung berhadapan muka kawan kita haha. Tidur tidak nyaman dikarenakan sempit dan lokasi tenda yang tidak rata sedikit-sedikit pasti bangun untuk membenarkan posisi tidur. Saya melihat jam tangan yang menunjukan pukul 2 malam, angin terasa kencang walupun sudah didalam dan menggunankn sleapingbag namun masih tetap saja terasa, saya mengira mungkin memang anginnya saja yang besar, ternyata pada keesokan paginya pada saat menengok keluar tenda ternyata flayshit yang kami pasang lepas yang mengakibatkan angin langsung menerpa tenda. Pagi pukul set 5 keadaan sekeliling masih diselimuti kabut tebal, padahal harusnya sunrise telah muncul. Benar saja tak lama kemudian sunrise muncul, melihat matahari yang baru terbit secara langsung dari atas gunung seakan nikmat tuhan yang tak bisa dijelaskan, sangat indah mungkin ini yang bisa dikatakan cuci mata, hamparan warna orange yang terlihat sungguh membuat saya kagum. Tak lama kemudian kabutpun kembali datang, tak apa setidaknya saya dan yang lainya sudah menikmatinya walau hanya sebentar. Setelah itu kami baru membuat kopi dan juga memasak sisa logistik agar tidak ada yang terbuang sia-sia dan isi keril semakin ringan. Karena cuaca yang dingin dan takutnya turun hujan kami memutuskan untuk segera turun dikala jam menunjukan pukul 10. 

Bagian Empat...

Kami berkemas untuk segera turun serta tidak lupa mengumpulkan sampah disekitar tenda kami. Ternyata langkah ketika turun tidak terlalu berat hanya saja embun pagi serta tanah yang basah membuat jalur menjadi sedikit licin, tak jarang sesekali harus meneimbangkan badan agar tidak terjatuh ya walupun akhirnya terpleset juga. POS3,POS2 dan POS1 terasa sangat mudah dan berbeda sekali pada saat kita naik, tak butuh waktu lama untuk turun hanya perkiraan kurang dari 3 jam.

Setelah sampai basecamp kami beristirahat dan juga membersihkan badan dari tanah serta debu yang membuat muka semakin ganteng. Air pegunungan memang terasa sangat beda begitu segar dan dingin, tapi itu yang membuat badan kembali segar, setelah itu kita berkemas untuk meninggalkan basecamp dan tujuan selanjutnya ya jelas jakarta, maklum sudah kangen dengan kasur kamar. Sebelum berangkat ke bawah untuk mencari tebengan atau bus kecil kami berlima makan terlebih dahulu diwarung dekat basecamp Dwarawati, katanya belum lengkap kalo ke Prau via Dwarawati belum makan nasi gorengnya. Setelah mengisi perut dan menghitung uang kelompok mana saja yang menggunakan uang pribadi kami bergegas untuk turun dan mencari tebengan. Tak lama baru saja kami tiba dijalan raya bus kecil lewar dan langsung diberhentikanya. Bersyukur karena kami berlima tidak berdiri lagi sepanjang perjalanan, tak lama langit kian gelap dan azan maghrib mulai terdenger seketika itu juga bus kecil sampai diterminal Mendolo, Wonosobo. Baru saja kami menurunkan keril dari bis kecil bagikan artis langsung disambut oleh para calo bus yang bertujuan kejakarta.

Tak lama kami pun sepakat untuk menaiki salah satu bus yang tujan akhir sampai dipinggir jalan tol daerah petukangan. Akhirnya kami berlima pun sampai dijakarta pukul 4 pagi dan tujuannya yaitu rumah yusuf ( ucup ) untuk sekedar merebahkan badan. Sekiranya sudah mulai pagi sekitar pukul 6 barulah masing-masing dari kami langsung pulang kerumah untuk merebahkan badan. 

    Saya senang untuk pertama kalinya dalam hidup merasakan indahnya pemandangan alam yang tuhan telah berikan namun terkadang kita sebagai manusia yang kurang bersyukur, saya mulai tertarik untuk mendaki gunung yang lainnya dan sepertinya saya ketagihan untuk melihat matahari terbit secara langsung dari balik gunung. 

 Penulis: _nandakurniawan

No comments: